Sabtu, 25 Desember 2010

MAKNA TAHUN BARU MASEHI MENURUT AJARAN ISLAM

Tahun baru masehi akan segera tiba berbagai persiapan telah dilakukan oleh masyrakat diseluruh penjuru dunia.Diantara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan dan sudah mulai ngetrend di beberapa tempat diadakan dzikir berjama’ah menyongsong tahun baru. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru?
Bolehkah Merayakannya?
Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.
Dlam satu riwayat dikisahkan Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.
Keburukan yang Ditimbulkan
Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru akan tertimpa banyak keburukan, diantaranya:
1. Merupakan salah satu bagian dari orang-orang kafir yang tidak mengakui adanya tuhan yang maha esa dan Muhammad utusan allah SWT.
2. Melakukan amal ketaatan seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.

3. Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina merupakan suatu kegiatan setan yang nyata.
4. Pemborosan harta kaum muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah.
Oleh karena itu islam mengajarkan dalam pergantian yahun hendaknya dilakukan kegiatan yang biasa-biasa saja sebagaimana pergantian bulan ke bulan yang lain.semoga allah akan melindungi kita semua amiin

Jumat, 24 Desember 2010

OUTSOURCING

1. DEFINISI Outsourcing
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing.”
(Sumber : http://ariswan.wordpress.com/2008/05/23/outsourcing-sebagai-solusi-dunia)
“Outsourcing is subcontracting a process, such as product design or manufacturing, to a third-party company.[1] The decision to outsource is often made in the interest of lowering firm costs, redirecting or conserving energy directed at the competencies of a particular business, or to make more efficient use of land, labor, capital, (information) technology and resources. Outsourcing became part of the business lexicon during the 1980s.“
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Outsourcing)
Atau dengan kata lain outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing. (Sumber : “Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”, http://malangnet.wordpress.com)
Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, berikut beberapa penjabarannya dalam tabel 1.
TABEL 1
Pro – Kontra Penggunaan Outsourcing
PRO OUTSOURCING KONTRA OUTSOURCING
- Business owner bisa fokus pada core business.
- Cost reduction.
- Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.
- Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.
- Bagian dari modenisasi dunia usaha (Sumber : Pekerjaan Waktu Tertentu dan “Outsourcing, www.sinarharapan.co.id)
- Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja. (Sumber: www.hukumonline.com)
- Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
- Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
- Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan hubungan kerjasama dengan outsourcing provider dan mengakibatkan ketidakjelasan status kerja buruh. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
- Eksploitasi manusia (Sumber : Pekerjaan Waktu Tertentu dan “Outsourcing, www.sinarharapan.co.id)

(Informasi dari berbagai sumber hasil browsing di internet)
2. Undang-undang Mengenai Outsourcing
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka dibuat Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut dijabarkan isi dari undang-undang tersebut.
• Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja
• Pasal 56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman;
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangaka
waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
• Pasal 60 – 63, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terbatas (PKWTT)
• Pasal 64 – 66, Outsourcing
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.



Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut:
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan yarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulisa antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66,
Penyediaan jasa pekerja./buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh;
Pasal 1 ayat 15, “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
3. Penerapan Outsourcing Di Perusahaan
Survei dilakukan menggunakan kuesioner dengan convinience sampling kepada 44 perusahaan,
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa 73% perusahaan menggunakan tenaga outsource dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan sisanya yaitu 27% tidak menggunakan tenaga outsource.
Dari 73%, perusahaan yang sepenuhnya menggunakan tenaga outsource merupakan jenis industri perbankan, kertas, jasa pendidikan, pengolahan karet & plastik, serta industri makanan & minuman. Sedangkan industri alat berat, mesin dan sarana transportasi (otomotif dan suku cadang) menggunakan tenaga outsource sebanyak 57.14%. Untuk industri farmasi & kimia dasar (80%), industri telekomunikasi & informasi teknologi (60%) dan industri lainnya sebanyak 50% terdiri dari industri jasa pemeliharaan pembangkit listrik, konsultan, EPC (enginering, procurement, construction), pengolahan kayu, kesehatan, percetakan & penerbitan, dan elektronik.
Jika dilihat dari status kepemilikan, diketahui bahwa BUMN, Joint Venture dan Nirlaba menggunakan 100% tenaga outsource dalam kegiatan operasionalnya. Sedangkan untuk swasta nasional menggunakan tenaga outsource sebanyak 57.69% dan swasta asing menggunakan sebanyak 85.71%. Hal ini terlihat pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.
GAMBAR 1
Perusahaan Yang Menggunakan Tenaga Outsourcing

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008

GAMBAR 2
Perusahaan Yang Menggunakan Outsource Berdasarkan Jenis Industri

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008
GAMBAR 3
Perusahaan Yang Menggunakan Outsource Berdasarkan Status Kepemilikan

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008

Dalam survei ini ingin diketahui sampai sejauh mana penerapan Outsourcing di perusahaan, jenis pekerjaan seperti apa yang banyak menggunakan tenaga outsource, apakah penggunaan tenaga outsource dinilai efektif oleh perusahaan?
4. Langkah-langkah Penerapan Sistem Outsourcing
Ketentuan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004, menjadi legitimasi tersendiri bagi keberadaan outsourcing di Indonesia. Artinya, secara legal formal, sistem kerja outsourcing memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan. Keadaan demikian yang membuat pengusaha menerapkan sistem ini. (Sumber: “Hadang Outsourcing dengan Framework Agreement”, www.hukumonline.com).
Dimuatnya ketentuan outsourcing pada Undang-Undang Tenaga Kerja dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau berinvestasi di Indonesia.
Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika bisnis. (Sumber : “Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”, malangnet.wordpress.com)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 44 perusahaan dari berbagai industri terdapat lebih dari 50% perusahaan di Indonesia menggunakan tenaga outsource, yaitu sebesar 73%. Sedangkan sebanyak 27%-nya tidak menggunakan tenaga outsource dalam operasional di perusahaannya.
Dari 73% perusahaan yang menggunakan tenaga outsource diketahui 5 alasan menggunakan outsourcing, yaitu agar perusahaan dapat fokus terhadap core business (33.75%), untuk menghemat biaya operasional (28,75%), turn over karyawan menjadi rendah (15%), modernisasi dunia usaha dan lainnya, masing-masing sebesar 11.25%, seperti terlihat dalam gambar 4. Adapun yang menjadi alasan lainnya adalah :
a. Efektifitas manpower
b. Tidak perlu mengembangkan SDM untuk pekerjaan yang bukan utama.
c. Memberdayakan anak perusahaan.
d. Dealing with unpredicted business condition.











GAMBAR 4
Alasan Menggunakan Outsourcing

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008

Outsourcing, tidak terlepas dari perusahaan penyedia (provider) jasa tenaga outsource. Perusahaan harus memilih provider yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan dimana perusahaan outsourcing tersebut harus teruji kualitas yang dijanjikan, serta adanya kesepatan untuk membuat hubungan jangka panjang. (Sumber: ”Kesulitan Outsourcing di Indonesia.” http://rahard.wordpress.com)
Oleh sebab itu, perlu diketahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan provider jasa tenaga outsource, seperti yang dijabarkan dalam gambar 5.






GAMBAR 5
Faktor-faktor Pemilihan Partner Outsourcing

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008

Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa harga menjadi faktor utama dalam pemilihan partner outsourcing (22.62%). Sedangkan reputasi yang baik dari provider outsource menempati posisi kedua yaitu sebesar 21.43%. Untuk tenaga outsource yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan perusahaan (19.05%), pengetahuan provider outsource terhadap proses bisnis perusahaan (11.90%). Pengalaman sebelumnya menempati posisi kelima dalam pemilihan partner outsourcing (10.71%), diikuti oleh stabilitas provider outsource (8.33%) dan lainnya sebesar 5.95%. Adapun faktor-faktor lainnya adalah pemenuhan persyaratan ketentuan tenaga kerja dan penyerapan tenaga terdekat dengan unit kerja.
Jenis pekerjaan yang dapat menggunakan outsourcing adalah pekerjaan-pekerjaan yang bukan merupakan tanggungjawab inti dari perusahaan.
Adapun komposisi jenis pekerjaan yang paling banyak menggunakan tenaga outsource adalah cleaning service (56.82%), security (38.64%), lainnya (36.36%), driver (25%), sekretaris (22.73%), customer service (13.64%) dan SPG (9.09%), seperti terlihat di gambar 6. Untuk jenis pekerjaan lainnya terdiri dari:
 Bagian pengepakan barang (packing).
 Helper baik untuk maintenance maupun mechanic.
 Facilitator training,
 Resepsionis/operator telepon.
 Data entry.
 Call center.
GAMBAR 6
Jenis Pekerjaan Yang Menggunakan Tenaga Outsource

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008




5. Masalah Umum Yang Terjadi Dalam Penggunaan Outsourcing
1. Penentuan partner outsourcing.
Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui apa
yang menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik dengan
partner outsourcing.
2. Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum.
Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga mereka
memiliki kepastian hukum.
3. Pelanggaran ketentuan outsourcing.
Demi mengurangi biaya produksi, perusahaan terkadang melanggar ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Akibat yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang
menuntut hak-haknya. Hal ini menjadi salah satu perhatian bagi investor asing
untuk mendirikan usaha di Indonesia.
4. Perusahan outsourcing memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan sehingga,
yang mereka terima, berkurang lebih banyak. (Sumber: “Sistem Outsourcing Banyak Disalahgunakan”, www.fpks-dpr.or.id)

6. Indikator Keberhasilan Penerapan Sistem Outsourcing
Tidak semua perusahaan berhasil menerapkan sistem outsourcing. Responden melihat indikator keberhasilan terbesar (25%) dalam penerapan outsourcing adalah pihak yang terlibat harus bertanggungjawab, mendukung, dan berkomitmen untuk melaksanakan outsourcing. Sedangkan 23.81% menyatakan bahwa keberhasilan dilihat dari detail aturan main outsourcing didefinisikan dalam kontrak kerja. Untuk kejelasan ruang lingkup proses outsourcing yang ingin dilakukan menjadi faktor keberhasilan yang dipilih oleh 17.86%. Update perjanjian antar pengguna dan penyedia tenaga outsource (13.10%), ada atau tidaknya prosedur formal dalam tender calon perusahaan outsourcing (10.71%) dan jangka waktu penyelenggaraan outsourcing (9.52%).
GAMBAR 7
Faktor Keberhasilan Proses Outsourcing

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008
Inti dari faktor-faktor tersebut diatas adalah harus adanya kerjasama dan komitmen yang jelas antara kedua belah pihak agar outsourcing dapat berjalan sebagaimana harapan yang keseluruhan perjanjian kerjasama tersebut dinyatakan secara jelas dan terperinci di dalam kontrak outsourcing.
7. Kepuasan Perusahaan Terhadap Tenaga Outsource
Dari 73% perusahaan yang menggunakan tenaga outsource, kepuasan perusahaan terhadap tenaga outsource dinilai dari pengertian tenaga outsource terhadap bidang pekerjaan yang dilakukan yaitu sebesar (87%), kinerja tenaga outsource (68%), semangat kerja (66%), disiplin kerja (61%). Sedangkan untuk loyalitas tenaga outsource (55%) diragukan oleh perusahaan, seperti terlihat pada gambar 8.

GAMBAR 8
Kepuasan Perusahaan Terhadap Tenaga Outsource

Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2008
8. Keefektifan Outsourcing
Dengan melihat alasan menggunakan outsourcing, faktor-faktor pemilihan perusahaan penyedia jasa outsourcing, serta kepuasan perusahaan terhadap tenaga outsource, sebanyak 68.2% menyatakan bahwa penggunaan tenaga outsource dinilai efektif dan akan terus menggunakan outsourcing dalam kegiatan operasionalnya.
Untuk dapat lebih efektif disarankan adanya:
a. Komunikasi dua arah antara perusahaan dengan provider jasa outsource (Service Level Agreement) akan kerjasama, perubahan atau permasalahan yang terjadi.
b. Tenaga outsource telah di training terlebih dahulu agar memiliki kemampuan/ketrampilan.
c. Memperhatikan hak dan kewajiban baik pengguna outsource maupun tenaga kerja yang ditulis secara detail dan mengingformasikan apa yang menjadi hak-haknya.
Sedangkan yang menyebabkan outsourcing menjadi tidak efektif adalah karena kurangnya knowledge, skill dan attitude (K.S.A) dari tenaga outsource.


DI KUTIP DARI DATA ALIANSI SARIKAT BURUH INDONESIA NTB

UNDANG UNDANG TENTANG TENAGA KONTRAK (OUTSOURCHING)


KEPMEN NO. 101 TH 2004



MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP.101/MEN/VI/2004
TENTANG
TATA CARA PERIJINAN
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa sebagai pelaksana Pasal 66 ayat (3) Undang-undang Nomor13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;


b.
bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
Mengingat
:
1.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);


2.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4279);


3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
Memperhatikan
:
1
Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 20 April 2004;


2.
Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 April 2004;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PERIJINAN PERUSAHAAN PENYEDIA JASA/BURUH.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
2.
Pengusaha adalah

a.
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b.
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan muliknya;
c
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudkan di luar wilayah Indonesia.

3.
Perusahaan adalah

a.
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b.
usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurusan dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau nimbalan dalam bentuk lain.
4.
Perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan.
5.
Menteri adalah Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi
Pasal 2
(1)
Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh.
(2)
Untuk mendapatkan ijinoperasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan menyampaikan permohonan dengan melampirkan:
a.
copy pengesahan sebagai badab hukum berbentuk Perseorangan Terbatas atau Koperasi;
b.
copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh;
c.
copy SIUP;
d.
copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku.

(3)
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah menerbitkan ijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu paling lama 30m (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
Pasal 3
Ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 4
Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberian pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat :
a.
jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan jasa;
b.
penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerrjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul manjadi tanggung jawab perusahaan -penyedia jasa pekerja/buruh;
c.
penegasan bahwa perusahaan penydia jasa Pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerja yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Pasal 5
(1)
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan
(2)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerjaan/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu proinsi, maka pendaftaran dilakukan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi.
(3)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu provinsi, maka pendaftaran dilakukan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.
(4)
Pendaftaran perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) harus melampirkan draft perjanjian kerja.
Pasal 6
(1)
Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawaab di bidang ketenagakerjaan melakukan perjanjian tersebut;
(2)
Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menerbitkan bukti pendaftaran.
(3)
Dalam hal terdaftar ketentuan yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 4, maka pejabat yang bertnaggung jawab di bidang ketenagakerjaan membuat catatan pada bukti pendaftaran bahwa perjanjian dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4.
Pasal 7
(1)
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak mendaftarkan perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggung jawab di bdang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencabut ijin operasional perusahaan penyedia jasa keperja/buruh yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)
Dalam hal ijin operasional dicabut, hak-hak pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pasal 8
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2004
 MENTERI
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA


JACOB NUWA WEA